Dari Mana Uang di Hotel Datang?

ini mungkin jadi pertanyaan beberapa orang, terutama bagi pebisnis, yang akhirannya juga ikut menggeluti bisnis perhotelan. bisnis tersebut cukup menjamur. tapi trust me, sebenernya pertanyaan ini juga menjawab pertanyaan untuk berbagai jenis bisnis lain, ga cuma hotel. ga percaya, coba aja lanjut baca lalu telaah lebih dalam

sengaja gw bedain di 4 penanggung jawab di Functional Level, seorang GM, dan CEO. sebuah korporasi ga mungkin punya seorang GM, atau penanggung jawab sebuah SBU. kenapa cuma digambarin 2, karena kalo lebih banyak gambarnya makin lebar, tulisannya makin kecil. intinya kan fokus ke 4 pilar, GM & CEO

kembali ke topik awal, dari mana uangnya datang? uang jelas bukan anak yang dibawa oleh seekor bangau. uang juga bukan jelangkung yang datang tak dijemput, pulang tak diantar. Uang dibawa oleh customer, yang kalau di hotel itu disebut guest/tamu. dari mana bisa ada tamu, jelas merupakan perencanaan, khususnya dari tim marketing. oke, kalau bicara pembicaraan, simpelnya dari ata dulu, dari CEO, turun ke GM, lalu turun ke 4 pilar tersebut sebagai level functional

simpelnya, CEO minta duit ke GM, atau bahasa lainnya adalah laba bersih. let say si CEO minta 2 milyar ke GM di tahun depan (2020). menjelang akhir tahun 2019, GM mengumpulkan para HOD (Head of Department) di bawahnya. HOD sendiri di hotel tidak berjumlah 4 empat orang, tapi bisa saja 8 orang. dan 8 orang pun bukannya mewakili masing-masing 2 orang dari tiap department, biasanya berupa: HK Manager, FO Manager, Executive Chef, FB Manager (4 dari Operasional), Director of Sales & Marketing, HR Manager & FA Manager. orang ke-8 bisa aja berupa Spa Manager, salah satu orang di bawah Operational Department

Kemana operational managernya (OM)? kok bisa tidak ada OM sebagai kordinator 4, bahkan 5 dept head tersebut? karena secara fungsional tugas tersebut sudah menjadi tugas GM, atau executive assistant manager (EAM, wakilnya GM) atau ya kembali ke kebijakan perusahaan/korporasinya. intinya dept head di bagian operasional langsung bertanggung jawab kepada seorang GM

kita kembali ke pertemuan para pejabat functional level tersebut. dari perintah mencari 12 milyar yang di dapat seorang GM, si GM menerjemahkan perintah tersebut kepada masing-masing dept head. perintah mencari 12 milyar tersebut berubah menjadi perintah mencari 40 milyar.

ebuset, gede amet, kok jadi segitu? 28 milyarnya kemana? dikorup GM ya? mesti lapor kapeka nih!

bukaaan… kenapa bisa jadi 40 milyar, padahal target awalnya 12 milyar? kita asumsi keuntungan kotor/gross profit/EBITDA (earnings before interest, tax, depreciation and amortization) itu 30% dari revenue. bahasa simpelnya adalah pendapatan dikurangi biaya operasional, itulah EBITDA.

kok kecil? cuma 30%? lah labor cost aja bisa 20%, food cost 35%, belom bayar listrik (FFE), bayar pest control

nah kembali ke pertemuan tadi, pada intinya Sabo yang berhasil menyusup masuk ke Marie Geoise… eh tunggu, kenapa jadi bahas pertemuan Reverie di serial manga One Piece?

setelah instruksi secara jelas diberikan kepada para HOD, khususnya DOSM untuk mencari 40M tersebut, barulah tim Marketing memecah proyeksi selama 12 bulan untuk monthly budgeting. setelah itu barulah HOD lain menyusun budgeting per bulan yang mereka perlukan

kenapa harus dimulai dari anggarannya marketing atau timnya DOSM? karena marketing memproyeksikan jumlah tamu yang akan datang di tiap bulannya. dari proyeksi tersebut didapatlah potensi pendapatan. dari sana baru didapat lagi anggaran kebutuhan di tiap-tiap operasional. mungkin lebih enak kalau dicontohkan demikian

pada bulan Januari 2020, potensi tamu ramai di awal tahun sangat mungkin terjadi. otomatis pengeluaran untuk gaji karyawan mungkin terjadi dari segi nominal, itulah yang diproyeksikan tim operasional dengan berkordinasi dengan tim HRD. adapun kordinasi tersebut mengenai kebutuhan daily worker atau tenaga magang/trainee

memasuki Maret 2020, kalau dilihat dari tren di tahun-tahun sebelumnya, banyak digunakan untuk RUPS beberapa korporasi yang mana membutuhkan kamar & meeting room. hal ini juga yang diantisipasi oleh tim marketing, bekerja sama dengan operasional. namun di bulan maret tidak seramai di Januari, sehingga tidak membutuhkan tenaga tambahan

contoh lain di bulan Juni 2020. pada tanggal tersebut HRD butuh anggaran untuk rekrutmen, orientasi & pelatihan pengembangan. hal tersebut sangat wajar mengingat turn over karyawan seringkali melonjak setelah lebaran/pembagian THR

di bulan Agustus, terjadi penurunan jika dilihat dari proyeksi sebelumnya. saat ini lah HRD kemungkinan menganggarkan kebutuhan outing karyawan atau pelatihan & pengembangan lainnya

saat menganggarkan tentunya tidak jarang jika para HOD, khususnya HRM, bertarung sengit dengan FAM. hal tersebut “wajar” mengingat apa yang dilakukan HRD tidak ada satupun yang menghasilkan revenue langsung pada SBU, tapi tetap keluar biaya. ini merupakan peran dari GM untuk meyakinkan semua HODnya bahwa karyawan yang bahagia menghasilkan pelayanan (dari tim operasional) terbaik, seperti yang telah dijanjikan sebelumnya oleh tim sales & marketing kepada tamu tersebut

kesimpulan dari 4 fungsional tersebut, tim DOSM menawarkan produk berupa produk yang tangible maupun intangible kepada guest, sesuai dengan target pencapaian yang harus dicapai. setelah mendapat tamu-tamu yang akan menginap, barulah dikordinasikan dengan tim operasional selaku eksekutor lapangan. tujuannya untuk memberikan pelayanan yang prima (service excellent) kepada tamu agar tamu tersebut kembali lagi, bahkan ikut membantu mempromosikan SBU kita. kalo udah gini kan cuan

etapi ga juga, 3 functional lain dituntut untuk mengontrol pengeluaran, khususnya FA yang memang memegang data cash flow dari SBU

lalu HRD sendiri membantu memastikan bahwa karyawan yang dimiliki kompeten dan bekerja sesuai standar, kebutuhan-kebutuhan kerja karyawan terpenuhi. disiplin karyawan bagus dan performa kerja maksimal

simpelnya sebenernya para HOD itu dituntut kayak tabel di bawah ini. tuntutan kinerjanya pun dijadikan Key Performance Index

nah, sekarang kita naik kasta lagi, ke GM atau posisi yang memang pantas menyandang istilah “bukor“. kenapa bukor, karena emang secara strukural di bawah level korporasi. jadi elo-elo yg kerjanya belum 24 jam sehari, bahkan sampe diberikan kewenangan “engga usah finger print juga gapapa” jangan ngaku-ngaku bukor dulu, karena kemungkinan besar elo cuma dikerjain bawahan-bawahannya bukor.

nah, dari hasil kinerja anak buah/HOD didapatlah EBITDA yang diinginkan. Dari situ GM melaporkannya ke CEO. adapun EBITDA tersebut dipotong-potong lagi (atau bahkan ada ditambah juga sih) oleh interest (bunga), tax (pajak), depreciation & amortization (sama-sama penyusutan mereka berdua). hingga terjadilah nett profit, yang mana memang ditunggu oleh para CEO, untuk menghasilkan ROI & ROA (return of investment & asset). keuntungan inilah yang dibagikan menjadi dividen kepada para pemegang modal. karena para pemegang saham/investor tersebut tentu menaruh uangnya kepada sebuah korporasi dengan tujuan uang tersebut kembali, dalam jumlah lebih besar terntunya

ini baru benar-benar cuan

namun saat kita menjadi seorang CEO, mungkin kita akan mempertahankan SBU, yang dipimpin seorang GM, meskipun SBU tersebut terus merugi. perintah kepada GM tersebut hanya menahan kerugian, jangan rugi terlalu besar. alasannya mungkin beragam, toh CEO kan dituntunya korporasinya untung bersi (nett profit) biar investor senang dan investasi terus masuk

Leave a comment

Leave a comment

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.